Pestisida
http://www.edmart.staff.ugm.ac.id/%3Fsatoewarna%3Dindex%26action%3D
Pendahuluan.
Pestisida secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari kata pest
dan sida. Pest meliputi hama penyakit secara luas, sedangkan sida
berasal dari kata “caedo” yang berarti membunuh. Pada umumnya pestisida,
terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun
terhadap jasad pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap
manusia dan jasad bukan target termasuk tanaman, ternak
dan organisma berguna lainnya.
Akhir-akhir ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya pestisida
sintetis ibarat pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi
peningkatan produksi pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Tak bisa
dipungkiri, bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat,
terlebih akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Kerugian berupa
timbulnya dampak buruk penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian
: (1). Pestisida berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia, (2). Pestisida
berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, dan (3). Pestisida meningkatkan
perkembangan populasi jasad penganggu tanaman.
Pembahasan
Dampak Negatif Pestisida Pertanian
Memang
kita akui, pestisida banyak memberi manfaat dan keuntungan. Diantaranya, cepat
menurunkan populasi jasad penganggu tanaman dengan periode pengendalian yang
lebih panjang, mudah dan praktis cara penggunaannya, mudah diproduksi secara
besar-besaran serta mudah diangkut dan disimpan. Manfaat yang
lain, secara ekonomi penggunaan pestisida relatif
menguntungkan. Namun, bukan berarti penggunaan pestisida tidak menimbulkan
dampak buruk.
Akhir-akhir
ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya pestisida sintetis ibarat
pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi
pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Tak bisa dipungkiri,
bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat
penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Kerugian berupa timbulnya dampak
buruk penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian : (1). Pestisida
berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia, (2). Pestisida berpengaruh
buruk terhadap kualitas lingkungan, dan (3). Pestisida meningkatkan
perkembangan populasi jasad penganggu tanaman.
1. Pestisida
berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia
Apabila penggunaan
pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang
yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi
kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu
digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan.
Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami
oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot
maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa
gatal-gatal dan menjadi luka, kejang-kejang, pingsan,
dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya
disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.
Kadang-kadang
para petani atau pekerja perkebu
nan, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
nan, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Secara
tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui
mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun
tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang
mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan
kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah
berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti,
karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic(kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).
2
Pestisida berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan
Masalah
yang banyak diprihatinkan dalam pelaksanaan program pembangunan yang berwawasan
lingkungan adalah masalah pencemaran yang diakibatkan penggunaan pestisida di
bidang pertanian, kehutanan, pemukiman, maupun di sektor kesehatan.
Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu yang tertinggal di lingkungan
fisik dan biotis disekitar kita. Sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan
hidup manusia semakin menurun.
Pestisida
sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan
dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar
melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang
dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan
untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun.
Dari beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui
bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar
kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif
terhadap organisma bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang beracun
serta relatif persisten di lingkungan, maka residu yang ditinggalkan pada
lingkungan menjadi masalah.
3. Pestisida meningkatkan
perkembangan populasi jasad penganggu tanaman.
1. Munculnya
Ketahanan (Resistensi) Hama Terhadap Pestisida
Timbulnya
ketahanan hama terhadap pemberian pestisida yang terus menerus, merupakan
fenomena dan konsekuensi ekologis yang umum dan logis.
Munculnya
resistensi adalah sebagai reaksi evolusi menghadapi suatu tekanan (strees).
Karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida, maka melalui proses
seleksi alami, spesies hama mampu membentuk strain baru yang lebih tahan terhadap
pestisida tertentu yang digunakan petani. Pada tahun 1947, dua tahun setelah
penggunaan pestisida DDT, diketahui muncul strain serangga yang resisten terhadap DDT.
Saat ini, telah didata lebih dari 500 spesies serangga hama telah
resisten terhadap berbagai jenis kelompok insektisida.
Mekanisme
timbulnya resistensi hama dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila suatu
populasi hama yang terdiri dari banyak individu, dikenakan pada suatu tekanan
lingkungan, misalnya penyemprotan bahan kimia beracun, maka sebagian besar
individu populasi tersebut akan mati terbunuh. Tetapi dari sekian banyak
individu, ada satu atau beberapa individu yang mampu bertahan hidup.
Tidak terbunuhnya individu yang bertahan tersebut, mungkin
disebabkan terhindar dari efek racun pestisida, atau
sebahagian karena sifat genetik yang dimilikinya. Ketahanan secara genetik ini,
mungkin disebabkan kemampuan memproduksi enzim detoksifikasi yang mampu menetralkan daya racun
pestisida. Keturunan individu tahan ini, akan menghasilkan populasi yang juga
tahan secara genetis. Oleh karena itu, pada generasi berikutnya
anggota populasi akan terdiri dari lebih banyak individu yang tahan terhadap
pestisida. Sehingga muncul populasi hama yang benar-benar resisten.
2. Resurgensi
Hama
Peristiwa
resurgensi hama terjadi apabila setelah diperlakukan aplikasi pestisida,
populasi hama menurun dengan cepat dan secara tiba-tiba justru
meningkat lebih tinggi dari jenjang polulasi sebelumnya. Resurgensi sangat
mengurangi efektivitas dan efesiensi pengendalian dengan pestisida.
Resurjensi
hama terjadi karena pestisida, sebagai racun yang berspektrum luas, juga
membunuh musuh alami. Musuh alami yang terhindar dan bertahan terhadap
penyemprotan pestisida, sering kali mati kelaparan karena populasi
mangsa untuk sementara waktu terlalu sedikit, sehingga tidak tersedia makanan
dalam jumlah cukup. Kondisi demikian terkadang menyebabkan musuh alami
beremigrasi untuk mempertahankan hidup. Disisi lain, serangga hama akan berada
pada kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Sumber makanan tersedia dalam
jumlah cukup dan pengendali alami sebagai pembatas pertumbuhan populasi menjadi
tidak berfungsi. Akibatnya populasi hama meningkat tajam segera
setelah penyemprotan.
Resurgensi hama, selain disebabkan
karena terbunuhnya musuh alami, ternyata
dari penelitian lima tahun terakhir dibuktikan bahwa
ada jenis-jenis pestisida tertentu yang memacu peningkatan telur serangga hama
. Hasil ini telah dibuktikan International Rice Research Institute terhadap
hama Wereng Coklat (Nilaparvata lugens)
3. Ledakan Populasi Hama
Sekunder
Dalam
ekosistem pertanian, diketahui terdapat beberapa hama utama dan
banyak hama-hama kedua atau hama sekunder. Umumnya tujuan penggunaan pestisida
adalah untuk mengendalikan hama utama yang paling merusak. Peristiwa ledakan
hama sekunder terjadi, apabila setelah perlakuan pestisida menghasilkan
penurunan populasi hama utama, tetapi kemudian terjadi peningkatan populasi
pada spesies yang sebelumnya bukan hama utama, sampai tingkat yang
merusak. Ledakan ini seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami, akibat
penggunaan pestisida yang berspektrum luas. Pestisida tersebut tidak hanya
membunuh hama utama yang menjadi sasaran, tetapi juga membunuh serangga
berguna, yang dalam keadaan normal secara alamiah efektif mengendalikan
populasi hama sekunder.
Peristiwa
terjadinya ledakan populasi hama sekunder di Indonesia, dilaporkan
pernah terjadi ledakan hama ganjur di hamparan persawahan Jalur Pantura Jawa
Barat, setelah daerah tersebut disemprot intensif pestisida Dimecron dari udara untuk memberantas hama
utama penggerek padi kuning Scirpophaga incertulas. Penelitian dirumah kaca
membuktikan, dengan menyemprotkan Dimecron pada tanaman padi muda, hama
ganjur dapat berkembang dengan baik, karena parasitoidnya terbunuh. Munculnya
hama wereng coklat Nilaparvata lugens setelah tahun 1973 mengganti
kedudukan hama penggerek batang padi sebagai hama utama di Indonesia, mungkin
disebabkan penggunaan pestisida golongan khlor secara intensif untuk
mengendalikan hama sundep dan weluk.
UPAYA PENANGGULANGAN PENCEMARAN PESTISIDA
Berdasarkan sumber yang diperoleh
penulis, ada beberapa upaya yang mampu menanggulangi dampak penggunaan
pestisida. Ada yang bersfat korektif, sementara beberapa yang lainnya bersifat
preventif.
Peraturan dan Pengarahan Kepada
Para Pengguna
Peraturan dan cara-cara penggunaan
pestisida dan pengarahan kepada para pengguna perlu dilakukan, karena banyak
dari pada pengguna yang tidak mengetahui bahaya dan dampak negatif pestisida
terutama bila digunakan pada konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan
jenis pestisida yang digunakan.
Kesalahan dalam pemakaian dan
penggunaan pestisida akan menyebabkan pembuangan residu pestisida yang tinggi
pada lingkungan pertanian sehingga akan menganggu keseimbangan lingkungan dan
mungkin organisme yang akan dikendalikan menjadi resisten dan bertambah jumlah
populasinya. Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan
alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan
efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973.
Standar keamanan untuk
pengaplikasian pestisida dan pengarahan untuk penggunaan yang aman dari
pestisida, seperti cara pelarutan, jumlah (konsentrasi), frekuensi dan periode
dari aplikasi, ditentukan oleh aturan untuk meyakinkan bahwa tingkat residu
tidak melebihi dari standar yang telah ditetapkan. Keamanan dari produk-produk
pertanian dapat dijamin bila bahan-bahan kimia pertanian diaplikasikan
berdasarkan standar keamanan untuk penggunaan pestisida.
Penggunaan Pestisida dengan
Memperhatikan Kondisi Lingkungan
Untuk menghindari terjadinya
pencemaran udara oleh adanya pestisida maka pada saat penggunaan pestisida,
pengguna harus memperhatikan beberapa hal yang mampu mempengaruhi pendispersian
polutan tersebut di udara. Faktor lingkungan seperti temperatur, kecepatan dan
arah angin, dan kelembaban udara sangat berperan dalam mempercepat dan atau
meringakan proses terjadinya pencemaran.
Pengendalian Hayati Menggunakan
Biokontrol
Peningkatan pembangunan pertanian
diarahkan pada sistem pertanian berkelanjutan, dimana makna dari
“berkelanjutan” adalah mengelola sumber daya yang ada sehingga dapat digunakan
secara berkesinambungan serta meminimalisasi dampak negatif yang timbul. Dengan
adanya pertanian berkelanjutan, maka penggunaan pestisida dapat secara teliti
dan bertanggung jawab.
Dalam pertanian berkelanjutan,
petani harus belajar dan meninggalkan metode produksi yang memakai banyak bahan
kimia. Memakai cara rotasi tanam, menanam kacangan dan rumput untuk mengisi
persediaan N, merawat tanah dengan pupuk dan kompos, serta mendaur ulang bahan
organik. Pendekatan ini akan melindungi tanah dan mencegah pencemaran dan
pencucian pupuk/bahan kimia dari tanah ke aliran sungai. Dengan semakin
ketatnya peraturan pemakaian bahan kimia, pengendalian hayati atau biokontrol
merupakan salah satu strategi untuk mengatasi dampak pencemaran lingkungan
akibat pemakaian bahan kimia untuk proteksi pertanian.
Pengendalian suatu penyakit
melalui biokontrol membutuhkan pengetahuan detail tentang interaksi patogen
inang dan antara patogen dengan mikroba-mikroba sekitarnya. Pengetahuan ini
sangat penting karena prinsip biokontrol adalah pengendalian dan bukan
pemberantasan patogen. Keberhasilan suatu biokontrol ditentukan oleh kemampuan
hidup agen biokontrol tersebut dalam lingkungannya.
Salah satu agensia pengendalian
hayati yang efektif yaitu jamur Trichoderma spp yang mempu
menangkal pengaruh negatif jamur patogen pada tanaman kedelai (tanaman inang).
Species Trichoderma harzianum dan Trichoderma
viridae dapat mengendalikan aktifitas jamur patogen Rhizoctonia
solanii yang memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan
berkecambah biji kedelai dan pertumbuhan biomassa tanaman. Penelitian lain juga
menyebutkan bahwa Mikorhiza sp. juga mampu menanggulangi efek
negatif patogen berupa bakteri penyakit darah pada pisang. Pengendalian hayati
sangat erat hubungannya dengan pemanfaatan sistem ketahanan tanaman terhadap
patogen penyebab penyakit. Ini juga berhubungan dengan mekanisme reaksi
biokimia di dalam jaringan tanaman tersebut.
Metode Bioremediasi Sebagai Tindakan
Perbaikan
Sebagai tindakan korektif bagi
lahan yang telah tercemar oleh residu pestisida, saat ini juga banyak
dikembangkan metode “Bioremediasi”. “Bioremediasi” dikenal sebagai usaha
perbaikan tanah dan air permukaan dari residu pestisida atau senyawa
rekalsitran lainnya dengan menggunakan jasa mikroorganisme. Mikroorganisme yang
digunakan berasal dari tanah namun karena jumlahnya masih terbatas sehingga
masih perlu pengkayaan serta pengaktifan yang tergantung pada tingkat
rekalsitran senyawa yang dirombak.
Penutup
Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan
pemakaian pestisida yang tidak bijaksana, semoga menggugah kesadaran kita untuk
tidak selamanya bergantung kepada pestisida. Untuk menanggulangi organisme
pengganggu tanaman, masih terdapat teknologi lain yang dapat diterapkan, yang relative tidak berdampak negatif bagi manusia demikian juga bagi
lingkungan hidup. Pestisida seharusnya tidak lagi “didewakan” sebagai
satu-satunya teknologi penyelamat produksi. Melainkan disarankan digunakan hanya
bila perlu saja sebagai alternatif terakhir. Sedapat mungkin penggunaanya diupayakan dengan bijaksana
Sejalan dengan maksud tersebut,
pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1986 telah mengeluarkan kebijakan dan
tindakan yang dapat membatasi dan mengurangi penggunaan pestisida. Melalui
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 program penanganan organisma pengganggu
tanaman adalah dengan menerapkan prinsip pengelolaan hama terpadu
(PHT) sebagai program nasional, yang merupakan upaya untuk mengantisipasi dampak
buruk pemakaian pestisida.
No comments:
Post a Comment